Globalisasi (Kesejagatan) telah menjadi narasi besar pada zaman ini. Fenomena ini telah menjadi fenomena sosial yang terkemuka dan memberikan berbagai manfaat bahwa manusia dan tempat-tempat dunia telah menjadi semakin terhubungkan satu sama lain .Namun demikian, terdapat juga dampak negatif dari globalisasi tersebut.
Oleh karena itu untuk mencegah dampak-dampak negatif Globalisasi, Al Qur'an harus digunakan sebagai rujukan utama dalam mengarungi proses globalisasi. Selain itu, Al Qur’an juga mesti dijadikan rujukan primer dalam menggerakkan sebuah persyarikatan, maka ia pun akan menjadi sumber petunjuk (al Huda) yang tidak kunjung habis.
Hal tersebut disampaikan oleh M. Habib Chirzin dari International Institute of Islamic Thought, selaku pembicara utama dalam kuliah umum dalam rangkaian acara Festival Al Qur’an Perguruan Tinggi Muhamamdiyah/ Aisyiyah (PTM/A) seluruh Indonesia di Sportorium UMY Rabu, (10/8). Pada acara tersebut, M. Habib Chirzin memberikan Kuliah Umum dengan judul “Paradoks dan Berakhirnya Globalisasi, Perlu Peta dan Mental Baru Menuju Tajdid Ilmu dan Peradaban”.
Habib menambahkan bahwa Globalisasi memberikan banyak kemudahan bagi manusia. ”Jaman sekarang kita sangat mudah dalam mendapat informasi, bahkan terdapat istilah “The world is on your Finger” yang merujuk pada kebiasaan kita dalam memperoleh informasi dari seluruh dunia lewat gadget,” tambahnya.
Namun demikian, kemudahan memperoleh informasi tersebut membuat kita lengah dan menggunakannya untuk hal-hal negatif. Salah satu yang menjadi dampak buruk globalisasi adalah Pornografi. “Pornografi tampil sangat vulgar, adegan kekerasan dan budaya instant yang ditayangkan di berbagai media, adalah bentuk dominasi budaya (cultural domination) dari globalisasi, yang secara tidak sadar telah merasuk dalam rumah tangga, bahkan kamar-kamar pribadi keluarga kita,” paparnya.
Untuk mencegah dan mengontrol dampak negatif tersebut, maka perlu mengubah Mindset yang ada dan kembali menggunakan Al-Qur’an sebagai sumber rujukan dan petunjuk. “Perlu Peta Mental baru (The New Mind Map) untuk mengarungi globalisasi. Caranya yaitu kembali menjadikan Al-Qur’an sebagai sumber. Konsep “Rahmat” dan "Busyra" merupakan kunci yang sangat terkait dengan pemberdayaan masyarakat,”ungkapnya.
Habib kembali menjelaskan bahwa Muhammadiyah sebenarnya juga telah memberikan contoh mengenai konsep tersebut. “Kyai Ahmad Dahlan meneladankan dan membangun Muhammadiyah ini dengan semangat ruh tajidid, ruhul-intiqaad (spirit of criticism), ruh al-taftisy (spirit of inquity) dan ruh al ikhtira’ (spirit of innovation) yang terkandung dalam Al-Qur’an. Hal ini menjadi bukti pentingnya Al Qur’an yang menyediakan metodologi untuk mengasah daya kritis dan semangat yang tidak pernah lekang oleh jaman ,” Beliau mencontohkan.
Dalam penutupnya Habib juga mengapresiasi Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang menjaga konsistensinya untuk menjadikan kampus yang mendunia dengan adanya Al Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK). “Perguruan-perguruan tinggi Muhammadiyah menjalankan AIK secara konsisten. AIK ini telah menjadi ruh bagi Perguruan Tinggi Muhammadiyah tersebut. Melalui AIK inilah yang nantinya akan menjadikan Perguran Tinggi Muhammadiyah yang Islami dan Mendunia,” tutupnya (bagas).