Al-Qur'an Sebagai Awal Seni dalam Islam

Kehadiran Al-Qur'an menjadi sebuah tuntutan dan panutan bagi umat Islam yang ada di seluruh dunia. Al-Qur'an sendiri merupakan mahakarya yang isinya sangat dahsyat. Dan dalam Al-Qur'an sendiri, seluruh kandungannya merupakan seni.


Hal tersebut yang disampaikan oleh Habiburrahman El Shirazy, penulis novel Ayat-Ayat Cinta, dalam Talkshow dari rangkaian acara Festival Al Qur'an bagi Perguruan Tinggi Muhammadiyah/Aisyiyah (PTM/A) se-Indonesia di Sportorium Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada Selasa (9/8). Dalam pemaparannya, ia juga menyebutkan bahwa pada zaman Nabi Muhammad SAW, sastra sudah sangat dijunjung tinggi.


Penulis yang akrab disapa Kang Abik ini menceritakan tentang bagaimana Rasulullah SAW menghargai seniman. Ia menambahkan bahwa saat Rasulullah SAW mendakwahkan Islam, kafir Quraisy ada yang menerima dan ada pula yang menolak dakwah tersebut.


"Kaum kafir Quraisy yang menolak dakwah Islam tersebut mengutus sastrawan-sastrawan jahiliyah yang hebat untuk menulis syair-syair yang menghina Islam, Rasulullah dan ajaran Islam. Rasulullah menandingi syair-syair itu dengan syair-syair yang diucapkan oleh penyair hebat dari Islam. Dan pada akhirnya para sastrawan jahiliyah mengakui kehebatan penyair muslim," ungkap Kang Abik.


Bahkan para ilmuwan-ilmuwan muslim yang terkenal, banyak yang dahulunya merupakan sastrawan hebat. Kang Abik mencontohkan seperti Imam Syafi'i dan Ibnu Hajar. "Ibnu Hajar itu merupakan penulis syarkh Shohih Bukhori. Beliau adalah ulama hadits terkenal. Saya kira beliau hanya ulama hadits saja, tapi ternyata beliau juga merupakan seorang sastrawan yang hebat," tutur Kang Abik.


Dalam talkhsow tersebut, Kang Abik juga menjelaskan tentang perbedaan antara adib dan alim. Adib disebutnya sebagai sastrawan, sedangkan alim merupakan ilmuwan murni. "Seorang adib lebih menang satu langkah dibandingkan seorang alim. Adib atau sastrawan itu menyampaikan gagasannya dengan gaya bahasa. Sedangkan alim atau ilmuwan murni tidak," jelas Kang Abik.



Meskipun menjadi seorang adib berarti memiliki satu point lebih dibandingkan seorang yang alim murni, namun akan lebih baik jika menjadi seorang ulama yang juga sastrawan. Kang Abik menjelaskan bahwa ulama yang sastrawan adalah hebat, karena dapat menyampaikan gagasan ilmu dengan gaya bahasa yang baik.