Presiden Joko Widodo baru saja mengumumkan Reshuffle Kabinet kerjanya untuk yang kedua kali. Pada reshuffle kali ini Presiden menyebutkan beberapa nama baru yang menempati posisi sebagai menteri-menterinya, seperti Luhut Binsar Panjaitan (Menko Kemaritiman), Bambang Brodjonegoro (Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas), Sofyan Djalil (Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN), Thomas Trikasih Lembong (Kepala BKPM), Wiranto (Menko Polhukam), Sri Mulyani Indrawati (Menteri Keuangan), Eko Putro Sandjojo (Menteri Desa dan PDTT), Budi Karya Sumadi (Menteri Perhubugan), Muhadjir Effendy (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan), Enggartiasto Lukita (Menteri Perdagangan), Airlangga Hartarto (Menteri Perindustrian), Arcandra Tahar (Menteri ESDM), dan Asman Abnur (Men PANRB).
Penggantian kabinet kerja jilid 2 ini pun mendapat tanggapan berbeda dari banyak kalangan, tak terkecuali dari kalangan akademisi. Kalangan akademisi menilai reshuffle kabinet yang dilakukan Presiden Jokowi kali ini sudah tepat. Mengingat kondisi Indonesia saat ini yang sangat membutuhkan inovasi baru demi kemajuan bangsa. Hal tersebut sebagaimana diungkapkan oleh Dr. Nano Prawoto, M.Si, selaku pakar ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), saat ditemui pada Rabu (27/7) di Ar. Fachruddin A lantai 5 Kampus Terpadu UMY.
Dr. Nano menyebutkan, waktu penggantian kabinet kali ini juga sangat tepat mengingat Indonesia saat ini yang juga tengah mengalami masa-masa stagnan dalam bidang ekonomi. "Saat ini memang waktu yang tepat untuk reshuffle kabinet. Indonesia sudah saatnya membuat inovasi baru. Karena para menteri itu merupakan penggerak kementerian, apalagi saat ini Indonesia tengah mengalami masa-masa yang stagnan dalam bidang ekonomi. Jadi saya kira ini waktu yang tepat untuk melakukan reshuffle," ujarnya.
Dekan Fakultas Ekonomi UMY ini juga menjelaskan bahwa kondisi perekonomian Indonesia selain mengalami stagnansi juga cenderung mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi jalannya roda perekonomian di bangsa ini. “Faktor internal antara lain seperti ekspor produk ke luar negeri. Pemerintah kita belum signifikan untuk menggerakkan ekonomi secara nyata. Sedangkan faktor eksternal, contohnya seperti fenomena Brexit yang juga mempengaruhi ekonomi kita,” imbuhnya.
Dr. Nano pun menekankan agar ekspor Indonesia harus lebih ditingkatkan. “Pertumbuhan ekonomi saat ini masih didominasi oleh konsumsi nasional. Sementara ekspornya masih kurang. Karena itu, ekspor harus digenjot untuk meningkatkan produksi nasional dan nilai tukar rupiah. Karena menteri merupakan penggerak kementerian, saya kira waktu yang tepat untuk melakukan reshuffle,” lanjut dia.
Seperti diketahui sebelumnya, Jokowi telah melantik beberapa menteri baru untuk menggantikan menteri-menteri yang kinerjanya dinilai kurang. Dalam reshuffle kedua ini, Presiden Jokowi mengganti setidaknya 13 menteri dalam kabinetnya. Termasuk Anies Baswedan dan Ignasius Jonan. Bahkan Sri Mulyani diangkat menjadi Menteri Keuangan lagi oleh Presiden Jokowi.
Untuk nama trakhir yang disebutkan ini, Nano memiliki pandangan tersendiri. “Sri Mulyani merupakan orang yang brilian. Dia pintar dan berpengalaman dalam menangani masalah keuangan. Namun kita juga harus waspada karena dia cenderung Liberal, yang mana bertentangan dengan visi Jokowi yang menginginkan Ekonomi Kerakyatan,” Imbuhnya.
Ia kembali menambahkan bahwa sebagai menteri keuangan, Sri Mulyani harus sejalan dengan visi Jokowi. “Visi Jokowi harus bisa dijalankan oleh Menkeu yang baru. Jangan sampai arah kebijakannya melenceng dari ekonomi kerakyatan yang telah digembar-gemborkan,”tambahnya.
Sementara itu, menanggapi diangkatnya Prof. Muhadjir Effendy sebagai Mendikbud RI, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Dr. Haedar Nashir menyampaikan ucapan terima kasihnya kepada Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla atas amanah yang diberikan kepada Prof. Muhadjir. Menurutnya, Prof. Muhadjir adalah ketua PP Muhammadiyah yang selama ini menggeluti dunia pendidikan yang cukup intens. "Tugas mencerdaskan kehidupan bangsa selama ini melekat dengan denyut nadi pergerakan Muhammadiyah, dimana Pak Muhadjir menjadi bagian di dalamnya. Dia adalah sosok profesional dan pendidik yang gigih, yang mengusung spirit "Dari Muhammadiyah untuk bangsa". Karenanya tugas mendikbud tersebut selaras dengan misi Muhammadiyah yang antara lain memajukan dunia pendidikan sebagai strategi kebudayaan membangun peradaban Indonesia berkemajuan," jelasnya.
Di sisi lain, Dr. Haedar juga mengakui jika tugas baru tersebut tentunya tidaklah ringan untuk diemban oleh seseorang. Namun ia optimis bahwa tugas tersebut dapat ditunaikan dengan baik oleh Prof. Muhadjir. "Kami percaya Pak Muhadjir dapat menjaga dan menjalankan amanah itu dengan baik, tulus, dan sungguh-sungguh dengan tetap rendah hati dan penuh pengkhidmatan sebagaimana menjadi pembawaannya selama ini," tutupnya.