ARCANDRA TAHAR AKHIRNYA DICOPOT DARI JABATAN MENTRI ESDM

Presiden Joko Widodo akhirnya memberhentikan dengan hormat Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arcandra Tahar, Senin (15/8/2016) malam. ujar Pratikno. Pratikno menjelaskan, pencopotan Arcandra Tahar tersebut berdasarkan masukan maupun informasi yang dihimpun dari berbagai pihak. menteri esdm diberhentikan mulai besok pagi. Karena ditetapkan baru malam ini," kata Pratikno. meski demikian, pencopotan berlabel penghentian dengan hormat itu dinilai tak menjawab pertanyaan publik tentang polemik kewarganegaraan ganda Arcandra. sebagai pengganti, Presiden Jokowi menunjuk Luhut Binsar Pandjaitan selaku Menko Kemaritiman sampai ada menteri ESDM definitif. Saat dilantik pada Rabu (27/7/2016), Arcandra sudah memegang paspor AS setelah melalui proses naturalisasi pada Maret 2012 dengan mengucapkan sumpah setia kepada AS. Karena Indonesia belum mengakui dwikewarganegaraan, secara hukum, Arcandra dinilai sudah kehilangan status WNI-nya. Bahkan, disebutkan, sebulan sebelum menjadi warga negara AS, Februari 2012, Arcandra mengurus paspor RI kepada Konsulat Jenderal RI di Houston, AS, dengan masa berlaku lima tahun. Tercatat, sejak Maret 2012, Arcandra melakukan empat kunjungan ke Indonesia dengan menggunakan paspor AS. Namun, saat Arcandra dilantik sebagai Menteri ESDM, dia menggunakan paspor RI yang secara hukum sudah tak sah dipakainya. Terkait hal itu, Arcandra dinilai melanggar UU No 6/2011 tentang Keimigrasian, UU No 12/2006 tentang Kewarganegaraan, serta UU No 39/2008 tentang Kementerian Negara. Pakar hukum administrasi negara dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Riawan Tjandra, menilai keputusan Jokowi salah karena mencopot Arcandra lewat pemberhentian dengan hormat. Seharusnya Jokowi membatalkan surat keputusan pengangkatan Arcandra sebagai menteri. Menurut dia, pemberhentian dengan hormat tak berarti membatalkan kebijakan yang sudah dikeluarkan oleh Arcandra sejak menjabat. Riawan khawatir, jika di kemudian hari pelanggaran kewarganegaraan Arcandra terbukti, "Kebijakan-kebijakan energi yang sudah dibuat pada masa dia akan berpotensi digugat di Pengadilan Tata Usaha Negara."